JAKARTA – Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) kembali mengadakan agenda rutin members gathering (pertemuan anggota) yang dihadiri oleh 40 rekan AESI yang terdiri anggota, Pengurus, Dewan Pakar, dan Dewan Pembina AESI pada Sabtu, 30 Juli 2022 di Jakarta Pusat. Dengan mengusung diskusi mengenai perkembangan dan tantangan PLTS di Indonesia sepanjang semester 1 2022, serta kaitannya dengan prioritas isu transisi energi dalam Kepresidenan G20 Indonesia 2022, AESI mengundang serta Bapak Basilio Dias Araujo, selaku Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) Republik Indonesia dan Ibu Andriah Feby Misna selaku perwakilan dari Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia.
Ketua Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia, Fabby Tumiwa membuka agenda ini dengan pembukaan mengenai agenda umum yang sudah dilakukan AESI selama 4 – 5 bulan terakhir untuk memperjuangkan penerapan Permen ESDM No. 26/2021.
âPengurus AESI selama 4 â 5 bulan terakhir mendapatkan banyak pengaduan dari anggota yang mengalami kesulitan, dimulai dengan Jawa Barat dan provinsi lainnya. Hingga bulan April kemarin, pembatasan sudah mencapai hampir seluruh Jawa – Bali. Banyak juga yang menyampaikan keluhan masih berlakunya tarif ekspor impor listrik 65%.â
âAESI sudah mencoba melakukan beberapa upaya pendekatan kepada pemangku kebijakan, seperti PLN. AESI selama 4 â 5 bulan ini banyak berkomunikasi bersama beberapa instansi seperti Kemenkomarves dan Dirjen EBTKE, juga mengirimkan surat 2 kali ke Presiden dan berharap itu bisa direspon. Selain itu, AESI menyampaikan pula kondisi ini pada Kantor Staf Presiden dan Menteri BUMN. Sebelum lebaran tahun 2022, AESI sempat bertemu dengan dewan direksi PLN, bertemu dengan Direktur Niaga dan Direktur Jawa Bali. Setelah menyampaikan concern masing â masing, diambil kesimpulan kalau akan dicoba dicari jalan tengah antara kedua belah pihak.â
Fabby Tumiwa – Ketua Umum AESI
Dewan Pakar AESI juga telah melakukan kajian mengenai hosting capacity (analisis kemampuan jaringan listrik untuk mengakomodasi energi terbarukan), dari diskusi ini disampaikan kalau secara teknis, pembatasan ini kurang beralasan. Adapun AESI dalam bulan ini juga baru mengusulkan beberapa hal kepada PLN. Antara lain, untuk PLTS atap dengan skala industri, jika ekspor tidak diizinkan maka pemasangan diperbolehkan sampai maksimum daya terpasang selama listrik surya yang dihasilkan digunakan untuk kepentingan sendiri.
Fabby juga menambahkan bahwa karena capaian target PLTS atap dikeluarkan dari RUPTL, maka Kementerian Keuangan perlu menghitung besaran kompensasi pada PLN dalam bentuk peraturan Menteri Keuangan (PMK) dan AESI siap membantu dalam perumusannya. Menurut estimasi AESI, masuknya PLTS atap tidak menyebabkan penurunan revenue PLN yang signifikan, mungkin tidak lebih dari Rp 300 miliar.
Dengan dipandu oleh Sekjen Asosiasi Energi Surya Indonesia, I Made Aditya, segenap rekan AESI menyampaikan tanggapan dan pertanyaan kepada kedua pembicara terkait hambatan dan keluhan mengenai isu terkait PLTS atap dalam lingkup kerja masing-masing.
Andriah Feby Misna, mengakui bahwa betul potensi PLTS yang cukup besar ini terhambat oleh karena implementasi Permen ESDM tahun 2021 yang memiliki banyak tantangan oleh karena PLN, walaupun sudah pernah dilakukan kajian bahwa aturan ini tetap bisa dijalankan meskipun. Adapun besaran kapasitas maksimum yang ideal untuk diimplementasikan ke dalam sistem. Menanggapi beberapa keluhan yang disampaikan beberapa anggota terkait dengan ketidak samaan mekanisme perizinan untuk pemasangan PLTS atap beserta decision maker dalam regulasi tersebut, beliau menerangkan, â Diharapkan implementasi dari Permen 26 tahun 2021 bisa dilaksanakan dengan baik. Adapun Juklak teknis ini sudah mulai digarap dari dua bulan yang lalu, dan untuk saat ini kami masih menghitung lagi besaran kapasitas, dan mudah-mudahan segera selesai. Tetapi masih didiskusikan kembali kapasitas maksimum dari instalasinya. âKami mengharapkan transparansi dari PLN, listrik dari PLTS atap yang bisa masuk sistem berapa, sehingga masyarakat bisa melihat dengan jelas. Walaupun dari aturan sebelumnya itu berupa maksimal 100%. Untuk sementara juklak teknis akan diterbitkan dalam surat edaran, akan didiskusikan lebih lanjut apabila diterbitkan dalam bentuk lainâ.
Andriah Feby Misna juga menerangkan bahwa RUU EBT sedang dalam pembahasan tingkat KL, dan diharapkan menjadi lex specialis. Adapun Proyek Strategis Nasional mencapai 3.5 GW juga sedang dibangun dan tetap dimonitor untuk progresnya.
Basilio Dias Araujo juga mengungkapkan bahwa bagaimana situasi yang terjadi saat ini menghambat kreasi dalam meningkatkan kapasitas energi terbarukan di Indonesia, oleh karena itu dibutuhkan ruang inovasi yang lebih luas dari masing â masing pihak. Adapun Kemenko Marves betul sudah cukup gencar untuk mengusahakan transisi energi, hanya saja sepertinya belum mendengar banyak mengenai isu PLTS atap. Berapa anggota AESI pun menanyakan bagaimana pemerintah sebagai regulator menyikapi peran PLN yang cukup kuat dalam regulasi ini.
âDalam kondisi ini yang umumnya tertekan, ilmuwan diharapkan dapat menciptakan inovasi yang lebih oleh karena itu kerjasama antar partner -partner akan dibutuhkan, salah satunya dengan asosiasi.â, ujar Basilio Dias Araujo.
âMenyangkut PLN, berdasarkan UUD 1945 pasal 33, hal ini menegaskan bahwa cabang cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai negara. Berdasarkan esesnsi pemahaman tersebut. Dari sini lahirlah konsep seperti Pertamina, PLN, dan lain sebagainya. Namun dalam berjalannya waktu, PLN punya induk dan âanak â anakânya, sama seperti Pertamina. Dan dari sini, perusahaan seperti itu akan menyuplai kebutuhan masyarakat luas. Dalam hal ini Pemerintah menugaskan BUMN untuk melayani masyarakatâ, lanjut beliau.
Menanggapi semua diskusi yang ada, Andhika Prastawa selaku Ketua Dewan Pembina AESI menyampaikan harapannya agar PLN dapat diajak untuk lebih memikirkan benefit daripada profit.
âMohon izin kepada Bapak Basilio untuk menstimulasi mereka, Profit mungkin minus, tapi PLTS atap memiliki benefit untuk mengurangi rugi â rugi, bisa membantu revitalisasi transmisi, dan menunda penggantian travo. Apabila hal tersebut dikapitalisasi, losses of revenue nya bisa minim sekali. Dalam hal ini, semangat yang ditumbuhkan harus dalam percepatan. Selain itu, di sini belum dilihat leadership dari pemerintah, bukan hanya sebagai fasilitator, tetapi juga sebagai aggregator, mungkin perlu juga sebagai provokatorâ, lanjut beliau menegaskan.
——–